Selasa, 17 Mei 2011

Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis)

  • Biologi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis )
1.   Klasifikasi dan Morfologi

Menurut akbar (2002), Ikan kerapu bebek adalah jenis ikan karang yang hanya hidup dan tumbuh cepat di daerah tropis, Ciri khasnya terletak pada bentuk moncong yang menyerupai bebek sehingga disebut kerapu bebek. Adapun klasifikasi adalah sebagai berikut :
Phyllum                 :  Chordata
Subphylum            :  Vertebrata
Class                     :  Osteichyes
Subclass               :  Actinopterigi
Ordo                      :  Percomorphi
Subordo                :  Percoidea
Family                   :  Serranidae
Subfamili               :  Epinephihelinae
Genus                   :  Cromileptes
Spesies                 :  Cromileptes altivelis
Menurut akbar (2002), menyebutkan bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan bentuk cembung (concaver). Ketebalan tubuh sekitar 6,6 – 7,6 cm dari panjang spesifik sedangkan panjang tubuh maksimal sampai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi yang terdapat dalam geraham ikan) lubang hidung hidung besar berbentuk bulan sabit dertical, kulit berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam diseluruh kepala, badan dan sirip. Pada kerapu bebek muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit.
2.   Sistem Reproduksi
Ikan kerapu bebek merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, yaitu pada tingkat perkembangan mencapai dewasa (matang gonad), proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan atau dapat dikatakan ikan kerapu bebek ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan. Fenomena perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu bebek sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan umur ikan, indeks matang kelamin, dan ukuran tubuh.  Induk kerapu bebek yang ditangkap di alam memiliki ukuran kecil dan pada umumnya berjenis kelamin betina.  Induk ikan akan mengalami pematangan kelamin sepanjang tahun (Effendi, 2002) dalam (Chandra, 2010).
Umumnya kerapu bersifat soliter tetapi pada saat akan memijah akan bergerombol musim pemijahan ikan kerapu terjadi pada Bulan Juni – September dan Nopember – Februari terutama pada perairan kepulauan Riau, Karimun, Jawa dan Irian Jaya. Berdasarkan perilaku makannya ikan kerapu menempati struktur tropik teratas dalam piramida rantai makanan salah satu sifat buruk dari ikan kerapu adalah sifat kanibal tapi pada kerapu bebek sifat kanibalis tidak seburuk pada kerapu macan dan kerapu lumpur ( Tampubulon dan Mulyadi, 1989).

  •   Penyebaran dan Habitat
Daerah persebaran ikan kerapu di Indonesia banyak ditemukan di perairan perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, Seram dan Ambon. Menurut Papilaya (2010), telur dan larva ikan kerapu bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demesal. Habitat favorit larva dan kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak dan ditumbuhi padang lamun. Parameter-parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu antara lain temperatur antara 24o–31oC, salinitas berkisar antara 30-33ppt, kandungan oksigen terlarut lebih dari 3,5ppm, dan pH antara 7,8-8.
Menurut Murtidjo (2002), dasar laut yang disukai oleh kerapu bebek (Cromileptes altivelis) adalah perairan yang terdiri atas pasir karang yang terdapat di perairan dangkal dengan kedalaman berkisar antara 10 m- 40 m.

  • Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan kerapu bebek sangat lambat dibanding dengan jenis kerapu lainnya. laju pertumbuhan kerapu bebek yang diberi pakan ikan rucah tumbuh dari bobot awal 13 g menjadi 51 g dalam waktu 90 hari, sedangkan ikan yang diberi pelet tumbuh dari bobot awal 14 g menjadi 52 g dalam waktu yang sama. panjang total maksimum yang pernah tercatat adalah 70 cm. Kedewasaan pertama terjadi setelah mencapai ukuran 1,5 kg. Ikan ini memiliki sifat protogony hermaphrodite, yaitu berubah kelamin dari betina menjadi jantan. Perubahan tersebut terjadi setelah berukuran di atas 2,5-3,0 kg. Seekor induk betina berukuran 3-4 kg dapat menghasilkan 200-300 ribu butir telur setiap kali memijah (Anonim, 2009).

  • Penyakit dan Hama
Menurut Papilaya (2010) jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah:
a)    Penyakit akibat serangan parasit: parasit crustacea dan flatworm.
b)   Penyakit akibat jamur (fungi): saprolegniasis dan ichthyosporidosis.
c)    Penyakit akibat serangan bakteri
d)   Penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Nerotic Nerveus).
Sedangkan hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu.

  •   Panen
            Ikan kerapu bebek dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi, yaitu 500-600 g/ekor. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran tersebut sekitar 16-20 bulan untuk kerapu bebek dengan sintasan rata-rata 80% (Anonim, 2009).

Program Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Menggunakan Kolam Terpal


Nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu ikan air tawar yang paling banyak dibudidayakan. Ikan jenis ini dapat dibudidayakan di air tawar, payau, dan laut karena nila toleran terhadap salinitas yang luas (euryhaline). Saat ini teknik budidaya ikan nila telah dikembangkan selain menggunakan kolam sungguhan dapat  juga dibudidayakan di kolam terpal yang merupakan salah satu inovasi pengembangan kolam tadah hujan, serta pemanfaatan lahan kritis dan sempit.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat kolam terpal antara lain:
1.        fSumber air untuk mengisi kolam terpal
Sumber air berupa air sumur, air PAM, air hujan yang ditampung, dan lain-lain yang layak digunakan. Lebih ideal lagi jika kolam terpal mendapat pasokan dari sungai, saluran irigasi, waduk, atau danau.
2.        Ketinggian lokasi
Ketinggian lokasi perlu diperhatikan karena terkait dengan suhu air. Untuk budidaya ikan nila, ketinggian yang cocok adalah 0-500 m dpi.
3.        Ukuran ikan
Ukuran yang akan dipelihara perlu dipertimbangkan karena terkait dengan kedalaman air di dalam kolam. Misalnya, benih nila cocok dipelihara pada kedalaman air 40-50 cm. Untuk menampung air sedalam 40 cm, cukup dibuat kolam dengan ketinggian atau kedalaman sekitar 60 cm. Untuk usaha pembesaran yang menggunakan benih ukuran 20-30 g/ekor, dibutuhkan kedalaman air antara 80-100 cm. Untuk menampung air sedalam 100 cm, diperlukan kolam dengan ketinggian atau kedalaman sekitar 120 cm. Ukuran kolam antara lain 3,5 x 1 x 1,5 m3 atau 4 x 2 x 1,5 m3 tergantung luas lahan yang akan dimanfaatkan.
4.        Dasar tanah dan kerangka yang digunakan
Dasar tanah untuk peletakan kolam terpal harus rata, begitu pula dengan kerangka yang digunakan hendaknya tidak berbahan tajam karena dapat membuat terpal sobek. Bila tanah tidak rata, sebaiknya diberi lapisan dan pelepah batang pisang atau sekam padi. Selain berfungsi meratakan tanah, kedua bahan ini dapat menstabilisasi suhu.
 5.        Peralatan Pendukung
Dalam pengelolaan kualitas air di kolam terpal diperlukan beberapa peralatan, baik untuk menjaga ketersediaan air maupun untuk memelihara kualitas air. Beberapa peralatan yg perlu disediakan antara lain aerator atau blower  untuk meningkatkan kandungan O2, pompa, selang atau pipa yang digunakan untuk mengalirkan air dari sumber air ke kolam terpal ataupun untuk membersihkan dasar kolam dengan cara melakukan sifon


Jenis Kolam Terpal
Berdasarkan bahan dan cara membuatnya, terutama dinding atau kerangka kolam maka dikenal adanya beberapa jenis kolam terpal, antara lain:
a.         Kolam terpal dengan kerangka bambu, kayu, pipa ledeng, atau besi.
b.        Kolam terpal dengan dinding batako atau batu bata.
c.         Kolam terpal dengan dinding tanah.
d.        Kolam beton atau kolam tanah berlapis terpal.
Kolam 1 dan 2 tersebut termasuk ‘kolam terpal di atas permukaan tanah”; kolam 3 merupakan ‘kolam terpal di bawah permukaan tanah”; dan kolam 4 dapat berupa ‘kolam di bawah permukaan tanah atau di atas permukaan tanah”

Keunggulan Kolam Terpal
1.        Mudah diterapkan atau diaplikasikan di berbagai tempat.
2.        Mudah dibersihkan dan dipindahkan (fleksibel).
3.        Nilai survival rate (SR) di kolam terpal lebih tinggi.
4.        Padat penebarannya sewaktu-waktu dapat ditingkatkan.
5.        Pertumbuhan ikan dapat dipacu dan hasilnya tidak berbau lumpur, dan
6.        Secara finansial lebih murah.
Selain itu, teknik budidaya di kolam terpal dapat pula dilakukan untuk pembenihan, pendederan, serta pembesaran untuk menghasilkan nila konsumsi dan induk. Dengan adanya teknik budidaya ikan di kolam terpal ini diharapkan masyarakat yang mempunyai lahan sempit dan persediaan air terbatas mampu melakukan pemeliharaan ikan di sekitar rumah.